Langsung ke konten utama

Tafsir Ayat-Ayat Ukhuwwah (Persaudaraan)



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Al-Quran merupakan himpunan wahyu Allah, Dzat Maha Pencipta Alam Semesta, yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Di dalamnya terkandung pesan-pesan ilahi kepada manusia, oleh karena ia berkedudukan  amat penting bagi kita semua. Agar dapat menyerap inti sari pesan yang dikandungnya, maka setiap orang haruslah  memahami Al-Quran secara mendalam yang disertai dengan  perenungan makna isi kandungannya.

Al-Quran memuat berbagai konsep kehidupan dalam  masyarakat, diantaranya mengenai ukhuwah. Ukhuwah berarti persamaan atau persaudaraan.  Persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaraan, persamaan dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan. Ditemukan dalam kamus-kamus bahasa, bahwa kata akh yang merupakan dasar kata ukhuwah yang berarti teman akrab atau sahabat. Dalam makalah ini pemakalah mecoba menggali dari berbagi sumber tafsir mengenai ayat-ayat ukhuwwah, agar dapat menerapkan konsep ukhuwwah seperti dalam Al-Quran. Manusia pun dituntut untuk melakukan kedamaian dengan cara menghilangkan sifat sifat yang tercela sehingga akan terjadi hubungan yang harmonis.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Term Ukhuwwah dalam Al-Quran
1.      Qur’an Surat An-Nisa/4: 23
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَا ئِكُمْ وَرَبَٰئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَا ئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَل تُمْ بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُواْ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰئِلُ أَبْنَائِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُواْ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيماً(٢٣)
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa/4:23)
a.       Mufrodat[1]
و أخوتكم  Merupakan  saudara-saudaramu yaitu  saudara-saudara perempuanmu, seayah ataupun seibu, hanya seayah, atau hanya seibu.
وبناالخت  merupakan  anak-anak perempuan dari saudara laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan. yaitu anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu lelaki atau anak-anak perempuan dari saudaramu perempuan (kemenakan), baik seayah-ibu, seayah saja atau seibu saja juga haram dinikahi.
وأخوتكم الرضعة  merupakan saudara-saudara sepersusuan. ibu-ibu yang menyusui mu dan saudara-saudara sepersusuan juga diharamkan untuk dinikahi. tuhan mengharamkan pernikahan akibat persusuan sama dengan garis keturunan. Bila seorang anak disusui oleh seorang wanita maka wanita tersebut menjadi ibunya, begitu pula dengan suami siwanita tersebut, maka setatusnya menjadi ayahnya, dan juga anak dari wanita tersebut menjadi saudara-saudara yang disusui oleh ibunya.
أرضعنكم  artinya menyusukan dalam arti masuknya air susu ke dalam rongga tubuh anak melalui kerongkongannya atau selain kerongkongan dengan jalan menghisap atau bukan. Karena itu, memasukkan air susu, misalnya dengan sendok ke kerongkongan yang dalam bahasa hukum dinamai (الوجور) al-wajur tercakup juga dalam kata menyusukan.
Dalam penggalan ayat ini terdapat pengecualian, Firman-Nya (إلا ما قد سلف) illa maqad salaf/kecuali apa yang telah lampau. Di samping membatalkan dua jenis pernikahan yang disebutkan dalam penggalan ayat tersebut yang pernah berlaku pada masa lalu dan melarangnya untuk berlanjut.
b.      Tafsir
Ayat ini merupakan ayat yang mengharamkan wanita yang disebut muhrim karena pertalian nasab, susuan, maupun mushahrah (persemendaan) yaitu menikahi ibu-ibu kamu baik ibu kandung, maupun ibu dari ibu dan ayah kandung; anak-anak kamu yang perempuan , termasuk cucu perempuan dan anak perempuan cucu; saudara-saudara kamu yang perempuan, sekandung atau bukan, saudara-saudara bapak kamu yang perempuan; yakni semua wanita yang mempunyai hubungan dengan bapak dari segiasal-usul kelahiraan ibunya baik ibu bapak, maupun hanya salah satunya, demikian juga halnya dengan saudara ibu kamu yang perempuan;anak- anak perempuan dari saudara-saudara kamu yang laki-laki; sekandung atau tidak, demikian juga anak-anak perempuan dari saudara-saudara kamu yang perempuan; itulah tutjuh macam yang haram dinikahi dari segi hubungan keturunan. [2] Dalam ayat ini diuraikan tentang wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi. Allah mengharamkan perkawinan dengan siapa yang pernah memiliki hubungan kekeluargaan yang dekat kepadanya.[3]
2.      Surat At-Thaha/20: 29-30
وَٱجْعَل لِّي وَزِيْرً ا مِّنْ أَهْلِي (٢٩)  هَٰرُونَ أَخِي (٣٠)
Artinya: Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku (29) (yaitu) Harun, saudaraku (30) (QS. At-Thaha/20: 29-30)
a.       Mufradat
Kata (وزير ( wazr terambil dari kata) وزر)wizr yang berarti beban yang berat. Karena itu dosa dinamai wizn , menteri yang membantu kepala negara dinamai wazir karena dia memikul beban yang berat.[4]
b.      Tafsir
Nabi Musa meminta kepada Allah agar memberinya bantuan, yaitu saudaranya agar bertambah kuat sebab Harun fasih lidahnya dan kuat hatinya. Musa juga meminta agar Harun menjadi sekutunya dalam tugas, sebab dia tahu kejahatan Fir’aun dan kekejaman serta kesombongannya. [5] Setelah bermohon penyempurnaan yang berkaitan dengan kepibradian kini Nabi Musa as. Bermohon pengukuhan melalui keluarganya. Nabi agung itu melanjutkan permohonannya dengan berkata ; Dan jadiakanlah untukku secara khusus seorang pembantu dari keluargaku, agar dapat meringankan sebagian tugas yang engkau bebankan kepadaku. Pembantu yang kuharapkan itu adalah harun saudaraku teguhkanlah dengannya yakni dengan mengangkatnya sebagai pembantu kekuatanku dalam menghadapi segala urusan khusunya yangaberkaitan dengan dakwah dan dijadikan dia sekutu dalam urusanku yakni selalu menyertaiku dalam penyampaian risalah-Mu. [6]
3.      Surat Al-A’raf/7: 65
وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَا هُمْ هُودًا قَالَ يَٰقَومِ ٱعْبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُمْ مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ  أَفَلَا تَتَّقُونَ (٦٥)
Artinya: Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ´Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya? (QS. Thaha/7:65)
a.       Mufradat
والى عاد اخهم هودا  : dan kepada Ad, saudara mereka, Hud. yaitu kami (Allah) telah mengirim kepada bangsa Ad, seorang yang masih tergolong saudara sebangsa dengan mereka, yaitu Hud. Hikmah Allah mengirim Hud yang berasal dari kaum mereka sendiri adalah, supaya mudah terjadi saling pengertian antara rosul dan kaumnya, dan  mereka bersedia menerima dakwah rosul. Ad adalah suatu kabilah (suku) yang besar di al-ahqaaf, suatu daerah antara oman dan hadramaut masuk wilayah yaman.
b.      Tafsir
Mereka adalah kaum ‘Aad pertama yang disebut Allah Ta’ala. Mereka itu semuanya merupakan keturunan ‘Aad bin Iram mereka terkenal dengan bangunan-bangunan yang tinggi dan kuat. Tempat tinggal mereka di Yaman, di Aqhaf, yaitu pegunungan pasir.Nabi Hud adalah orang yang paling mulia nasabnya diantara kaumnya, karena para Rasul utusan Allah itu diambil dari kabilah yang paling baik dan mulia. Tetapi kaum Nabi Hud ini sebagaimana kerasnya tubuh mereka, maka seperti itu pula hati mereka mengeras. Mereka adalah umat yang paling keras mendustakan kebenaran. Oleh karena itu, Nabi Hud mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah semata, yang tidak sekutu baginya, menaati dan bertaqwa kepadanya. [7]
4.      Surat Shad/38:23
إِنَّ هَٰذَا أَخِي لَهُۥ تِسْعُ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَٰحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْ نِيهَا وَعَزَّنِي فِي ٱلْخِطَابِ (٢٣)
Artinya: Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan". (QS. Shad/38: 23)
a.       Mufradat
نَعْجَةً     : kambing betina. kata-kata ini digunakan sebagai kinayah dari orang     perempuan
أَكْفِلْ نِيهَا : jadikanlah aku memilikinya
عَزَّنِي   : Dia mengalahkan aku. Dan dalam peribahasa dikatakan man azza bazza yang artinya: barang siapa mengalahkan , dia merampas. [8]
b.      Tafsir
Ayat ini menggunakan kata akh/saudara. Tidak jelas apakah persaudaraan yang dimaksud adalah seketurunan atau sebangsa. Namun pelajaran yang diambil adalah bahwa kendati mereka berselisih, namun ia yang mengadu itu masih tetap menamai lawannya sebagai seudara.  Salah seorang dari dua berperkara itu berkata: “Sesungguhnya ini sambil menunjuk kepada rekannya adalah saudaraku. Dia mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Lalu dia berkata kepadaku: “Biarkan aku yang memeliharanya, bersama semua kambing-kambingku” Aku telah menolaknya tapi dia mendebatku dengan mengajukan aneka daih, dan akhirnya dia pun megalahkanku dalam perdebatan itu.[9]

5.      Surat Al-Hujarat/49: 10
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُواْ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ  وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujarat/49:10)
a.       Tafsir
Semua mukmin itu bersaudara. Dalam Hadist Shahih, “ Orang-Muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi”. Allah menegaskan tentang rahmat yang akan diberikan-Nya kepada orang yang bertaqwa kepada-Nya.[10] Ayat ini mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah peperangan.[11]

B.     Macam-Macam Ukhuwwah Islamiyyah
1.      Surat At-Taubah/9: 11
فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِي ٱلدِّينِ وَنُفَصِّلُ ٱلْأيَٰتِ لِقَوْمِ يَعْلَمُونَ (١١)
Artinya: Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At-Taubah/9:11)
a.       Tafsir
Allah Ta’ala berfirman seraya mencela orang-orang musyrik, sekaligus memberikan dorongan kepada orang –orang beriman untuk memerangi mereka. Mereka menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Yakni, sesungguhnya mereka lebih memilih perkara-perkara duniawi yang hina daripada mengikuti agama Allah, Yakni mereka yang menghalngi kaum mukminin dari mengikuti kebenaran. [12]
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara”; mukmin itu hanya bersaudara, semuanya diikat dengan tali keimanan. Karena itu, tidak baik jika antara mereka ada permusuhan, kebencian, dendam dan peperangan. Ulama tafsir berkata, Seakan-akan Allah berfirman: Tidak ada persaudaraan, kecuali antara orang-orang mukmin dan tidak ada persaudaraan antara mukmin dan kafir. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa persaudaraan Islam lebih kuat daripada persaudaraan darah dan nasab. Sebab, persaudaraan nasab tidak di anggap ada jika tidak disertai persaudaraan Islam.” “Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu”; damaikan kedua saudara kalian yang beriman dan merusak hubugan mereka. “dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”; bertaqwalah kalian kepada Allah dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya agar rahmat-Nya meliputi kalian dan kalian meraih surga serta ridha-Nya.
Anas berkata, Seseorang berkata kepada Nabi : Sebaiknya anda menemui Abdullah bin Ubay (pimpinan orang munafik). Akhirnya Nabi berangkat menaiki keledai dan kaum muslimin bersama beliau dengan berjalan kaki. Ketika Nabi tiba, Abdullah berkata : Menyingkirlah dariku dan menjauhlah. Demi Allah bau keledaiku menggangguku. Seorang dari Anshar berkata: Demi Allah, keledai Nabi lebih harum baunya daripada kamu. Seorang lelaki dari kaum Abdullah marah membela temannya, lalu mereka terlibat saling memukul dengan pelepah kurma, tangan dan sandal. Maka Allah menurunkan ayat: “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. [13]

2.      Surat Al-Hujarat/49: 10
إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُواْ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ  وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ (١٠)
Artinya: Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujarat/49:10)
a.       Tafsir
Orang-orang beriman adalah orang-orang yang bersaudara. Dalam agama dan kehormatan, bukan dalam nasab (garis keturunan).Oleh karena itu, saudara seagama itu lebih kokoh daripada saudara garis keturunan.Dan Allah pun menyuruh untuk memperbaiki hubungan antara setiap kaum muslimin yang berselisih. [14] Semua mukmin itu bersaudara. Dalam Hadist Shahih, “ Orang-Muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan tidak pula membiarkannya dizalimi”. Allah menegaskan tentang rahmat yang akan diberikan-Nya kepada orang yang bertaqwa kepada-Nya.[15] Ayat ini mengisyaratkan dengan sangat jelas bahwa persatuan dan kesatuan, serta hubungan harmonis antar anggota masyarakat kecil atau besar, akan melahirkan limpahan rahmat bagi mereka semua. Sebaliknya perpecahan dan keretakan hubungan mengundang lahirnya bencana buat mereka yang pada puncaknya dapat melahirkan pertumpahan darah dan perang saudara sebagaimana dipahami dari kata qital yang puncaknya adalah peperangan.[16]

C.    Pluralitas adalah Sebuah Keniscayaan
1.      Surat Al-Maidah/5: 48
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقاً لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَٱحْكُم بَيْنَهُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ ٱلْحَقِّ لِكُلِّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرعَةً وَمِنْهَاجاً وَلَوْ شَاءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَىٰكُم  فَٱسْتَبِقُواْ ٱلْخَيْرَٰتِ  إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (٤٨)
Artinya: Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.(QS. Al-Maidah/5:48)
a.       Mufradat
Menerjemahkan kata ( مهيمنا ) muhaimin dengan tolok ukur sebenarnya belum sepenuhnya tepat. Kata ini terambil dari kata ( هيمن ) baimana, yang mengandung arti kekuasaan, pengawasan serta wewenang atas sesuatu. Dari sini kata tersebut dipahami dalam arti menyaksikan sesuatu, memelihara dan mengawasinya. Al-Qur’an adalah muhaimin terhadap kitab-kitab yang lalu, karena Dia menjadi saksi kebenaran kandungan kitab-kitab yang lalu.

b.      Tafsir
Setelah Allah Ta’ala menuturkan Taurat, memujinya, dan menyuruh supaya mengikutinya dan menceritakan Injil, memujinya, dan menyuruh pemeluknya supaya mengamalkan isinya, maka kini Dia mulai menceritakan Al-Quran yang mulia diturunkan kepada hamba dan rasul-Nya yang mulia, Muhammad saw., Allah berfirman, “Dan kami telah menurunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran,” yakni dengan membawa kebenaran yang tidak diragukan lagi bahwa ia benar-benar dari sisi Allah. “Yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya”, yakni kitab-kitab terdahulu yang mengandung cerita dan pujian serta berita akan diturunkannya sebuah Kitab dari sisi Allah kepada hamba dan Rasul-Nya, Muhammad saw., Maka turunnya Al-Quran, sebagaimana di informasikan oleh kitab-kitab terdahulu, merupakan perkara yang menambah kebenaran para pembawanya, yaitu kaum yang berpandangan mata dan hati, yang menurut kepada berbagai perintah Allah, mengikuti aneka syariat-Nya, membenarkan ucapan para rasul-Nya menjanjikan akan datangnya Muhammad saw,. secara pasti. Dan, dia memang benar-benar datang. Oleh karena itu, Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai bukti, pemelihara, dan yang menghakimi seluruh kitab lainnya. Dan Allah Ta’ala sendiri yang menjamin keterpeliharaannya. Dia berfirman, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan adz-Dzikr dan sesungguhnya Kamilah yang memeliharanya”. [17]
Ayat ini menjelaskan tentang Al-Qur’an yang di turunkan kepada Nabi Muhammad saw. Dan kami telah turunkan kepadamu wahai Muhammad al-Kitab yakni al-Qur’an dengan haq, yakni dalam kandungannya, cara turunnya maupun Yang menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan kepadanya. Kitab itu berfungsi membenarkan apa yang diturunkan sebelumnya yakni kandungan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya, dan juga menjadi batu ujian yakni tolok ukur kebenaran terhadapnya, yakni kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya itu; maka putuskanlah perkara di antara mereka menurut apa yang Allah turunkan baik melalui wahyu yang terhimpun dalam al-Qur’an, dan juga wahyu lain yang engkau terima seperti hadits Qudsi, maupun yang diturunkan-Nya kepada para nabi yang lain selama belum ada pembatalannya, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka yakni orang-orang yahudi, dan semua pihak yang bermaksud mengalihkan engkau dari menetapkan hukum yang bertentangan dengan hukum Allah, yaitu dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.
Bagi masing-masing umat, yakni kelompok yang memiliki persamaan dalam waktu, atau ras atau persamaan lainnya di antara kamu, hai umat-umat manusia, Kami berikan aturan yang merupakan sumber menuju kebahagiaan abadi dan jalan yang terang menuju sumber itu. Wahai Muhammad, Kami telah menjadikan syariat yang Kami anugerahkan kepadamu membatalkan semua syariat yang lalu. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu,hai umat Musa dan Isa, Umat Muhammad saw dan umat-umat lain sebelum itu, satu umat saja, yaitu dengan jalan menyatukan secara naluriah pendapat kamu serta tidak menganugrahkan kamu kemampuan memilih, tetapi Dia, Allah tidak menghendaki itu. Karena, Dia hendak menguji kamu yakni memperlakukan kamu perlakuan orang yang hendak menguji terhadap yang telah diberikan-Nya kepadamu, baik menyangkut syariat, maupun potensi-potensi lain, sejalan dengan perbedaan potensi dan anugerah-Nya kepada masing-masing. Maka karena itu, kami menetapkan buat kamu semua sejak kini hingga akhir zaman, satu syariat, yakni syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Melalui tuntunan syariat itu, kamu semua berlomba-lombalah dengan sungguh-sungguh berbuat aneka kebajikan, dan jangan menghabiskan waktu atau tenaga untuk memperdebatkan perbedaan dan perselisihan yang terjadi di antara kamu dengan selain kamu, karena pada akhirnya, hanya kepada Allah-lah tidak kepada siapapun selain-Nya kembali kamu semuanya wahai manusia, lalu Dia memberitahukan kepada kamu pemberitahuan yang jelas serta pasti apa yang kamu telah terus-menerus berselisih dalam menghadapinya, apapun perselisihan menyangkut kebenaran keyakinan dan praktek-praktek agama masing-masing.[18]

2.      Surat Yunus/10: 99
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَأَمَنَ مَن فِي ٱلأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنتَ تُكْرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُواْ مُؤْمِنِينَ (٩٩)
Artinya: Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya. (QS. Yunus/10: 99)
a.       Mufradat
أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ  Apakah engkau, engkau memaksa manusia” Ditunjukkan kepada nabi Muhammad saw yang berupaya dengan sungguh-sungguh melalui kemampuan beliau – sehingga hampir mencelakakan diri sendiri –g guna mengajak manusia beriman kepada Allah swt. Apa yang beliau lakukakan itu karena aneka upaya dan bermacam-macamnya cara yang beliau lakukan sehingga seakan-akan hal tersebut telah sampai pada tahap “paksaan” yakni paksaan terhadap diri beliau sendiri dan hampir menyerupai pemaksaan terhadap orang lain- walaupun tentunnya bukan pemaksaan. Itulah sebabnya sehingga kata  (أَنْتَ) anta/engkau ditegaskan padahal kata (تُكْرِهُ ) takrihu/ engkau paksakan sudah mengandung kata engkaau yang untuk ditujuka pada beliau.
b.      Tafsir
Ayat diatas telah mengisyaratkan bahwa manusia diberi kebebasan percaya atau tidak. Kaum Yunus tadinya enggan beriman, kasih sayang-Nyalah yang mengantar Allah swt. memperingatkan dan mengancam mereka. Kaum Yunus yang tadinya membangkang atas kehendak mereka sendiri, kini atas kehendak sendiri pun mereka sadar dan beriman, sehingga Allah swt tidak menjatuhkan siksa-Nya. Demikian Allah memberi kebebasan kepada manusia. Tapi jangan duga bahwa kebebasan itu bersumber dari kekuatan manusia. Tidak! Itu adalah kehendak dan anugerah Allah, karena jikalau Tuhan Pemelihara dan Pembimbingmu menghendaki, tentulah beriman secara bersinambung tanpa diselingi sedikit keraguan pun semua manusia yang berada di muka bumi seluruhnya. Ini dapat dilakukanNya antara lain dengan mencabut kemampuan manusia memilah dan memilih dan dengan menghiasi jiwa mereka hanya dengan potensi positif saja, tanpa nafsu dan dorongan negatif sebagaimana halnya malaikat. Tetapi itu tidak dikehendakiNya, karena dia bermaksud menguji manusia dan memberi mereka kebebasan beragama dan bertindak. Dia menganugerahkan manusia potensi akal agar mereka menggunakannya untuk memilah dan memilih. Maka, jika demikian, apakah engkau wahai Muhammad, engkau hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang mukmin semuanya yang benar-benar mantap imannya ?. [19]
D.    Konsep Al-Quran dalam Menegaskan tentang Ukhuwwah
1.      Surat Al-Zukruf/49:13
لِتَسْتَوُۥاْ عَلَىٰ ظُهُورِهِۦ ثُمَّ تَذْ كُرُواْ نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا ٱسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُواْ سُبْحَٰنَ ٱلَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُۥ مُقْرِنِينَ( ١٣)
Artinya: Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat nikmat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: "Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (QS. Al-Zukruf/49:13)
a.       Tafsir
Kapal dan binatang adalah nikmat-nikmat-Nya yang mengantar mereka melalui kendaraan itu mencapai arah yang dituju, atau mengangkut barang-banrang mereka, dsb. Penyebutan ucapan-ucapan itu mengundang ucapan Alhamdulillah , dan penggunaannya sesuai petunjuk Allah.. Karena itu saat mengendarai , ayat diatas mengajarkan ucapan penyucian Allah dari segala kekurangan yakni dengan bertasbih menyatakan Subhana alladzi sakhkhara lana hadza.Sedangkan penundukan bintang terlaksana dengan penciptanya dengan kondisi yang menjadikannya dapat dijinakkan dan dilatih manusia. Sedangkan penundukan laut dengan menciptakakan hukum hukum alam dan pengilhaman manusia untuk memilih bahan-bahan  dan cara-cara pembuatan kapal. [20] Hanya Dia sang pencipta itu Yang Maha Esa tanpa pasangan. Dia juga yang menjadikan yakni menundukkan untuk kamu bahtera di lautan dan binatang ternak yang kamu kendarai di daratan. Itu dilakukan-Nya supaya kamu selalu dapat mengendarai dam duduk di atas punggung-punggungnya dengan tenang dan mantap, kemudian kamu meningat dengan pikiran dan hati kamu nikmat Tuhan. Penunduk kendaraan itu dan Pemelihara kamu, apabila kamu telah mantap berada di atasnya; dan supaya kamu mengucapakan dengan lidah kamu (sehingga bergabung hati, pikiran, dan lidah) pujian kepada-Nya, sebagai pengakuan atas kelemahan kamu mengendalikan dan menguasainya, dengan menyatakan: “Maha Suci Tuhan Pemelihara kami yang telah menundukkan bagi kami semua ini, padahal kami sebelumnya yakni sebelum Allah menganugerahkan potensi kepada kami untuk menundukkannya bukanlah orang-orang yang mampu menguasai-nya.”
2.      Surat Syura/42: 15
فَلِذَٰلِكَ فَٱدْعُ وَٱسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَقُلْ ءَامَنتُ بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ مِن كِتَٰبِ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ٱللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ لَنَا أَعْمَٰلُنَا وَلَكُمْ أَعْمَٰلُكُمْ  لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ٱللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا وَإِلَيْهِ ٱلْمَصِيرُ (١٥)
Artinya: Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah: "Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nya-lah kembali (kita)". (QS. As-Syura/42: 15)
a.       Tafsir
Allah telah mewahyukan kepadamu dan yang juga mewasiatkan kepada para nabi sebelum kamu, maka serulah manusia untuk menuju kepada apa yang diwahyukan itu, dan tetaplah kamu  dan orang-orang yang mengikutimu di dalam batasan-batasan perintah-perintah Allah dengan tidak ditambah dan tidak dikurangi, dan juga jangan mengikuti orang-orang musyrik pada apa yang telah mereka dustakan dan adakan berupaya kepada penyembahan berhala itu. dan untuk setiap kitab yang diturunkan oleh Allah harus diimani, harus berlaku adil terhadap suatu hukuman, dan hanya Allah-lah yang patut disembah. dan ayat ini turun sebelum turun ayat perang karena ayat ini Makiyyah, sedangkan ayat perang turun setelah hijrah. Dan pada hari kiamat nanti kita akan berkumpul dan tempat kembali di hari perhitungan nanti. [21]
Ayat tersebut menjelaskan tentang, “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagimana diperintahkan kepadamu”; karena perbedaan dan perselisihan yang terjadi antara Ahli kitab itu, Kami perintah kamu, hai Muhammad, untuk mengajak manusia agar memeluk agama Islam yang mudah sebagaimana Kami perintahkan kepada semua rasul sebelum kamu. Ajaklah mereka kepada Islam dan konsistenlah menempuh metode yang lurus disertai istiqamah sebagaimana diperintahkan Allah kepadamu.[22]
3.      Surat Ali-Imran/3:64
قُلْ يَٰأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَواْ إِلَىٰ كَلِمَةِ سَوَاءِ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُم أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْاءً وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْ بَاباً مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُولُواْ ٱشْهَدُواْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (٦٤)
Artinya: Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali-Imran/3:64)
a.       Tafsir
Ayat ini menyuruh untuk mengatakan kepada orang Yahudi dan Nasrani, yaitu marilah berperang kepada sebuah kalimat yang adil dan lurus, yang didalmnya tidak ada perelisihan antara kami dan kalian, dan kami menyatakan bahwa Allah semata yang patut disembah dan kami tidak menjadikan sekutu bagi-Nya sekutu. Juga tidk boleh menyembah sesama manusia sebagaimna orang Yahudi dan Nasrani menyembah Uzair dan Isa. Dan jika berpaling dari ajaran Tauhid dan menolah dakwah keadilan maka katakanlah kepada mereka “Wahai Ahli Kitab, bersaksialah bahwa kami adalah orang-orang yang bertauhid dan menyerahkan diri kepada Allah, dan kami menyatakan keesaan, dan iklhas beribadah kepada-Nya”. [23]
“Dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah,” tidak boleh menyembah sesama manusia, sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani menyembah Uzair dan Isa, dan mereka mematuhi apa-apa yang dihalalkan dan diharamkan orang-orang alim Yahudi dan para pendeta Nasrani. Diriwayatkan, ketika ayat inni turun, Addi bin Hatim berkata, “Kita tidak menyembah mereka, wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah bersabda, “Bukankah mereka menghalalkan dan mengharamkan untuk kalian, lalu kalian mengambil (mematuhi) perkataan mereka?” Addi menjawab, “Benar.” Rasulullah berkata “Itu dia.”
“Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang  yang berserah diri (kepada Allah),” jika mereka berpaling dari ajaran tauhid dan menolak menerima dakwah yang penuh keadilan, maka katakanlah kepada mereka, “Wahai Ahli Kitab, bersaksilah bahwa kami adalah orang-orang yang bertauhid dan menyerahkan diri kepada Allah, dan kami menyatakan keesaan, dan ikhlas beribadah kepada-Nya”.
4.      Surat Al-Kafirun/109: 6
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (٦)
Artinya: Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.(QS. Al-Kafirun/109: 6)
a.       Asbabun Nuzul
Sebab turunnya surat ini adalah orang kafir mengajak Nabi Muhammad SAW untuk gencatan senjata dan meminta beliau untuk menyembah berhala selama setahun dan mereka menyembah Tuhan beliau selama setahun. Maka turunlah surat ini memutuskan harapan mereka, memutuskan perselisihan antara kedua kelompok: ahli iman dan penyembah berhala dan membantah pikiran rendah itu, baik pada saat itu maupun selanjutnya.[24]
b.       Tafsir
Dalam ayat ini aku tidak akan melakukan peribadatan kamu, Artinya, aku tidak akan menjalaninya dan tidak akan mencontohnya, yang aku sembah hanyalah Allah semata, sesuai dengan cara yang disukai  dan direstui-Nya. [25] “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”; bagi kalian kesyirikan kalian dan bagi kami tauhid kami.
5.      Surat Saba’/34: 24-26
قُلْ مَن يَرْزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ قُلِ ٱللَّهُ وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَىٰ هُدًى أَوْ فِي ضَلَٰلِ مُّبِينِ (٢٤) قُل لَّا تُسْ‍َٔلُونَ عَمَّا أَجْرَمْنَا وَلَا نُسْ‍َٔلُ عَمَّا تَعْمَلُونَ (٢٥) قُلْ يَجْمَعُ بَيْنَنَا رَبُّنَا ثُمَّ يَفْتَحُ بَيْنَنَا بِٱلْحَقِّ وَهُوَ ٱلْفَتَّاحُ ٱلْعَلِيمُ (٢٦)
Artinya: Katakanlah: "Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata (24) Katakanlah: "Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat"(25) Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi keputusan antara kita dengan benar. Dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui"(26)(QS. Saba’/34: 24-26)
a.       Tafsir
Ayat diatas menampik kepercayaan kaum musyrikin dengan menyatakan Katakanlah wahai Nabi Muhammad kepada kaum musyrikin: “Siapakah yang memberi rezeki kepada kamu. Rezeki yang bersumber dari semua langit dan dari bumi ?” karena tidak ada jawaban yang tepat dan juga karena mereka pada hakikatnya mengakui bahwa Allah adalah penganugerah rezeki, maka langsung saja Nabi Muhammad saw., diperintahkan untuk menjawab bahwa, katakanlah: Yang Menganugerahkan rezeki adalah “Allah, Tuhan Yang Maha Esa.” Dan disamping itu, sesungguhnya kami yakni kaum muslimin yang mengesakan Allah swt., atau kamu orang-orang musyrik yang mempersekutukan-Nya pasti salah satu dari kita berada diatas kebenaran serta mengikutinya dengan mantap atau dalam kesesatan yang nyata. (24) Ayat diatas menggambarkan bagaimana seharusnya seorang muslim berinteraksi dengan penganut agama dan kepercayaan yang berbeda dengannya. Yakni kepercayaan memang berbeda bahkan bertolak belakang, sehingga salah satu diantaranya ada yang benar ada pula yang salah. Dan yang dimaksud dengan dosa-dosa pada ayat diatas adalah pelanggaran-pelanggaran kecil yang tidak seorang pun dapat luput darinya, sedang apa yang kamu perbuat maksudnya adalah dosa-dosa yang mereka lakukan. (25) Katakanlah : “Tuhan kita yakni Allah akan mengumpulkan kita semua, kemudian dia memberi keputusan antara kita dengan adil dan benar. Dan dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui.” Allah swt., sebagai al-Fattah adalah dia yang membuka dari hamba-hamba-Nya segala apa yang tertutup menyangkut sebab-sebab perolehan apa yang mereka harapkan. Pintu rezeki yang tertutup bagi seseorang dibukaNya, sehingga ia menjadi berkecukupan atau kaya. Hati yang tertutup menerima sesuatu seperti kebenaran atau cinta, dibukanya sehingga terisi kebenaran dan terjalin cinta. Pikiran yang tertutup menyangkut satu problem, dibukanya sehingga terselesaikan kesulitan dan teratasi problem, perselisihan dan perbedaan pendapat diputuskan-Nya sehingga tuntas segala bengkalai, demikian seterusnya. (26) [26]
6.      Surat Al-Mumtahanah/60: 8
لَّا يَنْهَىٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِي ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْ رِجُوكُم مِّن دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُواْ إِلَيْهِمْ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْ سِطِينَ (٨)
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.(QS. Al-Mumtahanah/60: 8)
a.       Mufradat
(لم يقا تلو كم) lam yuqatilukum/tidak memerangi kamu menggunakan bentuk mudhari/present tense. Ini dipahami sebagai bermakna “mereka secara faktual sedang memerangi kamu”, sedang kata (في) fi yang berrti dalam mengandung isyarat bahwa ketika itu mitra bicara bagaikan berada dalam wadah tersebut sehingga tidak ada dari keadaan mereka yang berada di luar wadah itu. Dengan kata ((في الدّين fi ad-din/dalam agama tidak termasuklah peperangan yang disebabkan karena kepentingan duniawi yang tidak ada hubungannya dengan agama, dan tidak termasuk pula siapa pun yang tidak secara faktual memerangi umat Islam.
(تبرّوهم) tabarruhum terambil dari kata (برّ) birr yang berarti kebajikan yang luas. Salah satu nama Allah adalah al-Bar. Ini karena demikian luas kebajikan-Nya. Dataran yang terhampar di persada bumi ini dinamai bar karena luasnya. Dengan penggunaan kata tersebut oleh ayat di atas, tercermin izin untuk melakukan aneka kebajikan bagi non muslim, selama tidak membawa dampak negatif bagi umat Islam. Kata (تقسطوا) tuqsithu terambil dari kata (قسط) qisth yang berarti adil.
b.      Asbabun Nuzul
Asma binti Abu Bakar ash-Shiddiq menceritakan bahwa ibunya yang ketika itu masih musyrik berkunjung kepadanya, maka ia pergi menemui Rasul bertanya: “Bolehkah saya menjalin hubungan dengan ibu saya?” Rasul menjawab: “Ya! Jalinlah hubungan baik dengannya”. Imam Ahmad meriwayatkan melalui Abdullah Ibn Zubair, bahwa Ibu Asma berkunjung membawa hadiah-hadiah untuk putrinya tetapi ia enggan menerimanya dan enggan juga menerima ibunya. Dia bertanya kepada Aisyah ra. dan turunlah ayat di atas. Rasul pun memerintahkannya untuk menyambut ibunya dan menerima hadiahnya. [27]
c.       Tafsir
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk bersikap tegas terhadap orang kafir, walaupun keluarga kamu tidak melarang kamu menjalin hubungan dan berbuat baik terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negeri kamu. Allah tidak melarang kamu berbuat baik dalam bentuk apapun bagi mereka dan tidak  juga melarang kamu berlaku adil kepada mereka. Dengan demikian, jika dalam interaksi sosial mereka berada di pihak yang salah, maka kamu harus membela dan memenangkan mereka. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. [28]
7.      Surat Al-Hujarat/49: 11-12
يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُواْ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ  وَلَا تَلْمِزُواْ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلْأَلْقَٰبِ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ  وَمَن لَّمْ يَتُبْ  فَأُوْلَٰئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ (١١) يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجْتَنِبُواْ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ  وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْ كُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ (١٢)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (11) Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang (12)( QS. Al-Hujarat/49: 11-12).
a.       Mufradat

b.      Tafsir
Ayat ini memberi petunjuk tentang beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya pertikaian, yaitu janganlah mengolok-olok orang kaum lain karena juga dapat menimbulkan pertikaian dan yang berolok-olok akan melakukan pertikain berganda. Pertama yang mengolok-olok dan kedua yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka dan jangan pula antar wanita saling mengolok-olok karena akan menimbulkan keretaan hubungan diantara meeka, dan jangan pula menolok-olok secara sembunyi-sembunyi, dengan ucapan, perbuatan, isyaarat karena ejekan itu akan menimpa diri sendiri. Dan jangan pula memanggil dengan hal-hal buruk meski itu menurutmu baik. Dan barang siapa yang bertaubat setelah melakukan hal-hal buruk, maka ialah orang-orang yang menelusuri jalan lurus dan barang siapa yang tidak bertaubat maka dialah orang yang zhalim dan mantap kezalimannya dengan menxhalimi dirinya sendiri maupun orang lain. [29]
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka” wahai orang-orang mukmin yang beriman kepada Allah dan rasul, jangan ada satu kelompok menghina kelompok lain dan jangan seorangpun menertawakan orang lain. Sebab kadang yang dihina dan ditertawakan lebih baik di sisi Allah daripada yang menghina dan menertawakan. Banyak orang yang rambutnya acak-acakan, berdebu dan berpakaian lusuh, seandainya dia bersumpah kepada Allah, maka Allah menunaikan sumpahnya. “Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”; jangan ada sekelompok wanita yang menghina kelompok wanita lain. Bisa jadi kelompok wanita yang dihina lebih baik di sisi Allah dan lebih utama daripada yang menghina. “Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelar yang mengandung ejekan”; jangan sebagian kalian mencela sebagian yang lain dengan panggilan dan gelar yang buruk. Allah berfirman “dirimu sendiri” sebab seluruh mukmin seakan-akan satu orang. “Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman”; menyebut seseorang fasik setelah dia beriman adalah hal paling buruk. “Dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”; barangsiapa tidak bertaubat dari mencela dan memanggil dengan gelar buruk, mereka itulah orang-orang yang zalim karena menentang siksa.[30]
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang beriman banyak berprasangka, yaitu melakukan tuduhan dan sangkaan buruk terhadap keluarga, kerabat, dan orang lain tidak pada tempatnya, sebab sebagian dari prasangka itu adalah murni perbuatan dosa. Maka jauhilah banyak prasangka itu sebagai suatu kewaspadaan.[31]














BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ukhuwwah dalam Al-Qur’an adalah ikatan persaudaraan yang disebabkan oleh persamaan dalam berbagai segi, seperti keturunan, suku, agama, profesi dan sifat, yang dengannya membentuk ikatan batin sehingga satu  sama lain merasa dekat. Meski sebagai kaum yang berbeda dan keyakianan yang berbeda tetapi dalam Al-Quran menjelaskan bahwa semua umat adalah saudara.
 Di dalam Al-Quran terdapat beberapa macam ukhuwwah, diantaranya adalah orang orang yang bertaubat dan orang-orang yang beriman. Orang yang berbuat dengan ayat-ayat Al-Quran seraya menjualnya maka Allah mencelanya serta menghindarkan kaum mukminin pada kebenaran. Karena sesungguhnya orang yang bersaudara berdasarkan agama lebih kokoh dari garis keturunan (nasab).
Al-Quran juga menuntun manusia untuk menjaga hubungan persaudaraan dengan terjadinya ikatan ukhuwwah, maka suatu kelompok itu akan menjadi kuat. Akan tetapi, jika hubungan tersebut renggang, maka mereka akan menjadi lemah beberapa hal yang harus diperhatikan adalah dengan memelihara silahturahmi atau saling berkasih sayang, tidak saling berburuk sangka, tidak saling merendahkan dan mencela, serta lebih mengutamakan saudara dari sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad. 2003. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Bogor:  Pustaka Imam Asy-Syafi’i. Al-Qurtubi, Syaikh Imam. 2009. Tafsir Al-Qurtubi 17. Jakarta: Putra Azam.
Al-Maraghi, Ahmad Mustofa. 1993. Tafsir Al-Maraghi. Semarang: Toha Putra.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000.  Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2. Jakarta: Gema Insani.
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2000.  Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Jakarta: Gema Insani.
Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. 2011. Shafwatut Tafsir: Tafsir-Tafsir Pilihan Jilid 1. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali. 2011. Shafwatut Tafsir: Tafsir-Tafsir Pilihan Jilid 3. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
 Ash Siddieqy, Muhammad Teungku. 2000. Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur vol.1. Semarang:Pustaka Rizki Putra.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:2. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:6. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:11. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:12. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:13. Jakarta: Lentera Hati.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:14. Jakarta: Lentera Hati.


[1] Teungku Muhammad Hasbi ash- Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur Vol. 1. (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hlm. 818.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:2, (Jakarta:Lentera Hati,2002) hlm.222.
[3] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafsir: Tafsir-Tafsir Pilihan Jilid 1, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2011) hlm.267.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 295.
[5] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafsir: Tafsir-Tafsir Pilihan Jilid 3, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2011) hlm.377-378.
[6] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 295.
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:2, (Jakarta:Lentera Hati,2002) hlm.138.
[8] Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi 23, (Semarang, Toha Putra, 1993), hlm.197.
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 12, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 129.
[10] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta, Gema Insani, 2000) hlm.429.
[11] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 249.
[12] Abdullah bin Muhammad, ,(Bogor, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2003), hlm.100.
[13] Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwatut Tafasir: Tafsir-tafsir Pilihan Jilid 5, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm. 37.
[14] Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurtubi 17, (Jakarta, Pustaka Azzam, 2009), hlm.52-54.
[15] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta, Gema Insani, 2000) hlm.429.
[16] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 13, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 249.
[17] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir jilid 2(Jakarta: Gema Insani,2008),hlm.102
[18] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 112.
[19] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol.6 (Jakarta: Lentera Hati, 2002),hlm.155
[20] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:12, (Jakarta:Lentera Hati,2002) hlm.546.

[21] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta, Gema Insani, 2000) hlm.231.
[22] Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwatut Tafasir: Tafsir-tafsir Pilihan Jilid 4, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm.671.
[23] Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni, Shafwatut Tafsir: Tafsir-Tafsir Pilihan Jilid 1, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar,2011) hlm.457-458.
[24] Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwatut Tafasir: Tafsir-tafsir Pilihan Jilid 5, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm. 830.
[25] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta, Gema Insani, 2000) hlm.1064.
[26] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol.11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002),hlm.381
[27] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran Vol. 14, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 168.
[28] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:14, (Jakarta:Lentera Hati,2002) hlm.168.
[29] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian Al-Quran vol:13, (Jakarta:Lentera Hati,2002)
hlm.251.
[30] Syaikh Muhammad Ali Ash Shabuni, Shafwatut Tafasir: Tafsir-tafsir Pilihan Jilid 5, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), hlm. 43
[31] Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta, Gema Insani, 2000) hlm.427.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah-Kaidah Fiqih Umum (Kaidah 10,11 Dan 12)

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Masalah Masalah dalam masyarakat kini telah semakin banyak perkembangan , sehingga masalah-masalah pun semakin sulit dipecahkan dan didapatkan penyelesain. Al-Quran dan Hadist sebagai sumber utama ajaran Islam tidak semua memberikan penjelasan yang jelas, tetapi justru masih banyak yang bersifat global jika ditinjau dari masalah-masalah modern masa kini. Hal tersebut mengakibatkan kebanyakan masyarakat memutuskan secara tidak tepat atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kaidah fiqh banyak sekali yang sudah dirumuskan ulama’ yang digali dari beberapa sumber ajaran Islam yaitu Al-Quran dan Hadis. Sehingga kaidah itu bisa dijadikan pijakan untuk bermasyarakat atau bermuamalah. Karena pada dasarnya kaidah ini digunakan untuk pedoman sehingga lebih mudah dipahami, tetapi dalam berpedoman dengan kaidah-kaidah fiqh ada pengecualiannya, untuk itu diperlukan ketelitian dalam mengkaji mengenai kaidah-kaidah fiqh ini. Dalam makalah ini penuli

Hubungan Peradilan Agama Dengan Proses Penetapan Hukum Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, adalah mutlak adanya satu hukum nasional yang menjamin kelangsungan hidup beragama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekaligus merupakan perwujudan kesadaran hukum masyarakat dan bangsa Indonesia.   Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Peradilan Agama mempunyai kedudukan yang sederajat dengan lingkungan peradilan yang lainnya sebagai peradilan negara. Dalam menyelesaikan masalah-masalah perkara yang diajukan kepadanya wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. B.      Rumusa Masalah 1.       Apakah peranan Peradilan Agama dalam penegakkan hukum di Indonesia? 2.       Bagaimana perundangan-undangan dalam Peradilan Agama?