BAB I
PEDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pasar mendapat kedudukan
yang penting dalam perekonomian islam. Rasulullah SAW. Sangat menghargai harga
yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil. Oleh karena itu, islam melaksanakan adanya
moralitas, seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan.
Implementasi nilai-nilai moralitas tersebut dalam pasar merupakan tanggung
jawab bagi setiap pelaku pasar. Bagi seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan
refleksi dan keimanannya kepada Allah SWT., Bahkan Rasulullah SAW. Memerankan
dirinya sebagai muhtasib dipasar. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan
yang tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas.
Pada masa Rasulullah
nilai-nilai moralitas sangat diperhatikan dalam kehidupan pasar. Bahkan, sampai
pada masa awal kerasulannya, beliau adalah seorang pelaku pasar yang aktif, dan
kemudian menjadi seorang pengawas pasar yang cermat sampai akhir hayatnya.Beliau
telah memulai pengalaman dagangnya sejak usia 12 tahun, yaitu ketika diajak
pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Negeri Syam. Kemudian, sejalan dengan
usianya yang semakin dewasa, beliau kembali berdagang,baik berdagang dengan
modal sendiri atau bekerja sama dengan orang lain. Orang yang diajak bekerja
sama adalah Khadijah yang kelak menjadi istrinya . Bahkan setelah berkeluarga
pun beliau tetap berdagang dipasar-pasar lokal sekitar Mekkah. Nabi Muhmmad
adalah seorang yang pedangang yang profeisonal dan jujur, sehingga beliau
mendapat gelar Al-AMIN dari Arab. Setelah beliau diangkat menjadi Rasul,
kegiatan pasar memang tidak seaktif sebelumnya. Karena tantangan dakwah lebih
berat, tetapi perhatian beliau terhadap pasar tidak berkurang. Bahkan ketika
kaum muslimin berhijrah ke Madinah, peran beliau banyak ke pasar menjadi
mutasabih.
Dengan peran ini beliau
mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah agar tetap berlangsung secara
islami. Dari hal-hal yang dilakukan Rasulullah itu dapat dipahami bahwa pasar
merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi. Artinya tidak ada seseorang pun
secara individual yang dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar merupakan kegiatan
kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis ?
2.
Apa saja Tujuan Bisnis Islam ?
3.
Bagaimana Etika Bisnis dalam Islam ?
4.
Apa saja Praktek Bisnis Yang Dibolehkan ?
5.
Apa saja Praktek Bisnis yang di Haramkan ?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut:
1. Mampu mengetahui Bisnis pada Umumnya dan
Islami dan Etika Bisnis.
2. Mampu mengetahui Tujuan Bisnis Islam.
3. Mampu mengetahui Etika Bisnis dalam Islam.
4. Mampu mengetahui Praktek Bisnis Yang
Dibolehkan.
5. Mampu mengetahui Praktek Bisnis yang di
Haramkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada tingkatan nilai
tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang
(produksi).[1]
Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Sementara Anorage dan Attner mendefinisikan
bisnis sebagai aktivitas jual beli barang dan jasa.
Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan
hartanya karena aturan halal dan haram.
Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan
menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu.
Etika bisnis, kadang menunjuk pada etika menejemen atau etika organisasi, yang
secara sederhana membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi
Dalam Islam,
istilah paling dekat berhubungan dengan istilah etika di dalam al-Qur’an adalah
khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan sejumlah Istilah lain untuk menggambarkan
konseptentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl
(kesetaraan daan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui
dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan).
B.
Tujuan Bisnis Islam
Bisnis dapat
didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Ada yang mengartikan, bisnis sebagai suatu
organisasi yang menjalankan aktifitas produksi dan distribusi atau penjualan
barang dan jasa-jasa yang di inginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit
(keuntungan). Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik
memiliki wujud (dapat di indera) sedang jasa adalah aktifitas-aktifitas yang
memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.[2]
Pelaku bisnis akan melakukan aktifitas
bisnisnya dalam bentuk;
1.
Memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa
2.
Mencari keuntungan
3.
Mencoba memuaskan keinginan konsumen.
Islam memutuskan setiap muslim mempunyai tanggungan untuk bekerja.
Bekerja merupakan salah satu pokok yang memungkinkan manusia mencari nafkah.
Allah melapangkan bumi dan sisi-Nya dengan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki, antara lain firman Allah SWT
surah al-Mulk ayat: 15
“Dialah yang
menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezeki-Nya”.
Di samping
ajaran untuk mencari rezeki, islam sangat
menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi peroleh
maupun pendayagunanya (pengolahan dan pembelajaran). Sebagaimana hadis Nabi
saw. Bahwa: “Kedua telapak kaki anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak
sebelum ditanya kepadanya lima perkara: tentang umurnya, apa yang dilakukannya,
tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya, tentang hartanya, darimana
memperoleh dan untuk apa di belanjakannya dan tentang ilmunya, apa yang dia
kerjakan tentang ilmunya.
Firman Allah
selanjutnya dan berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung “. Yakni ketika kalian sedang melakukan jual beli , dan ada saat
kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah
kesibukan dunia melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan
akhirat. Oleh karena itu di dalam hadits disebut
مّنْ دَخَلَ سُوْقًا مِنَ اْلآَسْوَاقِ فقال: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ
وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُتِبَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ
أَلْفِ سَيِّئَةٍ.
Artinya: “
Barangsiapa masuk ke salah satu pasar, kemudian dia mengucapkan: “ Tidak ada
Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu, “ maka
Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya
sejuta keburukan.”
Bila kita
hubungkan dengan aspek ekonomi ayat ini menerangkan tenteng etika berdagang
yang baik, bagaimana seharusnya berdagang menurut dalam konteks keislaman yaitu
dimulai dengan membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika
berdagang dengan selalu mengingat Allah SWT, selalu merasa bahwa kita selalu
diawasi oleh Allah, tidak ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan
Allah SWT karena Allah maha melihat dan maha mengetahui apa yang kita berbuat.[3]
Dari penjelasan
di atas, bisnis Islam dapat di artikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis
dalam berbagai bentuknya, namun di batasi dengan cara memperoleh dan pendayaan
hartanya (ada aturan halal dan haram).
Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu
sebagai berikut:[4]
1.
Target hasil, Profit Materi, dan Benefit Nonmateri
Tujuan bisnis tidak selalu untuk mencapai profit (nilai materi),
tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat)
nonmateri, baik bagi si pelaku bisnis sebdiri maupun pada lingkungan yang lebih
luas.
2.
Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit nonmateri telah diraih maka
diupayakan pertumbuhan atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap
tahunnya dari profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam
koridor syarat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, sering dengan
perluasan pasar dan peningkatan inovasi agar bisa menghasilkan produk baru.
3.
Keberlangsungan
Mencapai target dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya
dalam kurun waktunya yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu
dalam koridor syariat Islam.
4.
Keberkahan
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho Allah , merupakan
pucuk kebahagian hidup muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi
keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis
selalu berada dalam kendali Syariat Islam.
C.
Etika Bisnis dalam Islam
Bisnis
merupakan aktivitas yang sangat di anjurkan dalam ajaran Islam. bahkan
Rosulullah saw., telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui
pintu berdagang.artinya, melalui jalan berdagang inilah pintu-pintu rezeki akan
dapat dibuka, sehingga harunia Allah SWT terpancar daripadanya, jual beli merupakan
sesuatu yang diperolehkan. Menurut Hadits etika bisnis islami ada 4 yaitu:[5]
1.
Jujur
Berbisnis atau
berdagang adalah sarana untuk membuka pintu rizki yang telah dilakukan oleh
Rasulullah SAW. Bisnis juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama
islam (berdakwah), jika kita melakukan bisnis seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah yang lebih spesifik terkait dengan etika dalam berbisnis (berdagang)
seperti dalam Hadits berikut:
اْلبَيْعَانِ
بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا
فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ( متّفق
عليه
Artinya: “Orang
yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau
melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan
terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika
keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya
akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).
Hadits di atas menjelaskan
bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum berpisah. Dan
menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar sama-sama jujur
tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam berbisnis yang
dicari bukan hanya profit saja melainkan menyertakan
keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan maka hidup
kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup yang
sejahtera.
2.
Amanah
عن عبد الله ابن عمر رضي الله عنه: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: التَّا جِرُ اْلاَمِيْنُ الصَّدُوْقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ- وَفِيْ
رِوَايَةٍ: مع النَّبِيِّنَ وَالصِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ- يَوْمَ اْلقِيَا مَةِ (رواه إبن ماجه و الدارقطني و غير هم
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar
radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan)
bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada
hari kiamat (nanti).”
3.
Murah hati
“Sesungguhnya sebaik-baik
penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak
bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya,
apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam
menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila
menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).
Dari hadits diatas termasuk etika
bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan sikap murah hati kita dapat
menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa dihargai, merasa dihormati, merasa
nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis dan komunikasi yang baik.
4.
Tidak melupakan akhirat
سَيَأ تِيْ عَلَى أُمَّتِيْ زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ
وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَ: يُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَةَ, وَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ وَيَنْسَوْنَ اْلمَوْتَ, وَيُحِبُّوْنَ
اْلقُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَ, وَيُحِبُّوْنَ اْلمَالَ وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَ, وَيُحِبُّوْنَاْلخَلْقَ وَيَنْسَوْنَاْلخَا لِقِ.
Artinya: “ Akan
datang kepada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan
melupakan lima perkara pula.
1.
Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat,
2.
Meraka mencintai kehidupan dan melupakan kematian,
3.
Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kuburan,
4.
Mereka mencintai harta mbenda dan melupakan hisab di akhirat,
5.
Mereka mencintai mahluk dan melupakan khaliqnya.
Berdagang adalah hal duniawi dalam agama
kita mencari dunia bukanlah dilarang, namun perlu pembatasan agar dalam hidup
kita sselalu ingat tujuan kita diciptakan, yaitu selalu beribadah pada Allah
dan ingat kepadanya dimanapun dan kapan pun.
Ayat diatas dapat dikolaborasikan dengan
hadits-hadits yang telah dipaparkan dalam paper yaitu antara Al-qur’an dan
hadits mempunya keterkaitan yaitu sama-sama menerangkan tentang etika berbisnis
islami dalam surat al-Jumu’ah: 10 menerangkan konsep perdagangan yang baik
adalah selalu ingat pada Allah SWT jangan sampai hati kita gantung pada pada
perkara duniawi. Sedangkan pada Hadits-haditsnya etika bisnis islami adalah
jujur, amanah, murah hati, selalu ingat akhirat. Jadi hadits-hadits di atas melengkapi
ayat al-Qur’an surat jumuah : 10. Dan antar mengingat Allah dan mengingat
akhirat hakikatnya adalah sama dengan mengingat akhirat maka menjadikan kita
ingat pada Allah sang maha kuasa.
D.
Praktek Bisnis Yang Dibolehkan
Islam hanya mencantumkan hal-hal yang dilarang, itupun dalam bentuk
nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadis Rosulullah saw. Ada beberapa bisnis
yang diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlak dan bukan berarti mengabaikan
profesi atau bisnis lainnya yang belum ada zaman Rosulullah. Beberapa kegiatan
ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam Hadis:[6]
1.
Kegiataan perdagangan
2.
Kegiatan pertanian berkebun
3.
Peternakan/mengembala
Daftar ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini
tidak dianjurkan atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti yang
dikemukakan di atas, semuanya boleh.
E.
Praktek Bisnis yang di Haramkan
Beberapa praktek bisnis yang dilarang dalam al-Qur’an dan
Hadis dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.
Melaksanakan sistem ekonomi ribawi
2.
Mengambil hak dan harta orang secara batil
3.
Kecurangan mengurangi timbangan/takaran
4.
Menipu atau mengurangi kualitas
5.
Memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan
masyarakat.
6.
Melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi
7.
Berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang
yang tidak jelas (gharar)
8.
Melakukan berbagai bentuk penipuan
9.
Menimbun barang untuk mengambil keuntungan
10.
Melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan
monopsoni yang merugikan masyarakat.
Secara khusus, hal-hal yang dilarang dalam jual beli dapat
dikemukakan sebagai berikut:[7]
1.
Larangan menjal/membeli barang yang tidak dapat di hitung pada
waktu penyerahan secara syara’ dan rasa. Jual beli tersebut sama dengan gharar
(penipuan). Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad dari Ibn Mas’ud r.a. “janganlah
kalian membeli ikan yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu
penipuan”.
2.
Jual beli mudhtar (terpaksa)
Orang yang
menjual barangnya dengan harga di bawah standar karena terpaksa (untuk
mencukupi kebutuhannya), maka jual beli itu tidak sampai dilarang, hanya
makruh. Orang yang seperti ini di syariatkan di bantu dan diberikan qiradah
(pinjaman lanak) sehingga ia terbebas dari belanggu kesulitan yang menimpanya.
Dalam sebuah atsar, perkataan Ali r.a. “akan datang suatu masa, sebagai orang
beruang menggigit apa yang ada di tangannya, suatu perbuatan yang takpernah
diperintahkan.”
3.
Larangan banyak bersumpah dalam berbisnis/jual beli. Sabda
Rosulullah saw. Diriwayatka oleh Imam Bukhori dari Abu Huraira , “sumpah itu
melariskan barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan”.
4.
Larangan jual beli di Masjid. Imam abu Hanifah, Imam malik, dan
Imam Syafi’i membolehkan jual beli di masjid, tetapi memakruhkannya. Namun Imam
ahmad mengharamkannya. Hadis Rasulullah saw, “jika kamu melihat orang yang
berjual beli di masjid maka katakanlah: semoga Allah tidak akan memberikan
untung dari pedagangya”.
5.
Larangan menimbun barang hingga harga meningkat
Berikut hadis
tentang larangan menimbun barang:
a.
HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Muslim dari Muammar , “ siapa yang
melakukan penimbunan, ia dianggap bersalah”.
b.
“sejelek-jeleknya hamba adalah si penimbunan. Jika ia mendengar
barang murah itu murka, dan jika barng menjadi mahal ia bergembira”.
c.
HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Umar, “orang-orang jalib
(orang yang menawarkan barang yang menjualnya dengan harga ringan) itu diberi
rizki dan penimbunan dilaknat.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai
bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa)
termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan
hartanya karena aturan halal dan haram. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat
normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak
dilakukan oleh seorang individu.
Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu target
hasil, profit materi, dan benefit nonmateri, pertumbuhan, keberlangsungan, dan keberkahan.
Sedangkan beretikan dalam berbisnis yaitu dengan jujur, dapat dipercaya, murah
hati, dan tidak melupakan akhirat.
Adapun bisnis yang ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam
hadis:
1. kegiataan perdagangan
2. kegiatan pertanian berkebun
3. peternakan/mengembala
Sedangkan
bisnis yang dilarang dalam Islam ialah melaksanakan sistem ekonomi ribawi, mengambil
hak dan harta orang secara batil, kecurangan mengurangi timbangan/takaran, menipu
atau mengurangi kualitas, memproduksi serta menjual barang haram yang merusak
jiwa, badan dan masyarakat, melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang,
seperti judi, berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang
yang tidak jelas (gharar), melakukan berbagai bentuk penipuan, menimbun barang
untuk mengambil keuntungan, melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli,
kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat, melalukan berbagai kegiatan
monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al Mundziri .
2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Yogyakarta: Pustaka Sahifa.
Harahap, Sofyan
S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat.
Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Rival, Veithzal, dkk. 2012. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS
mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis,
keuangan dan ekonomi . Jakarta: PT Bumi Aksara.
[1] Muhammad. Etika Bisnis
Islam. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2004). Hlm. 37.
[2] Veithzal
Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan
mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . (
Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012) Hlm. 11-12
[4] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC
BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak
Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi
Aksara. 2012). Hlm. 13-14
[5] Ibid. Hlm.16.
[6] Sofyan S Harahap, Etika
Bisnis dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2011).
Hlm. 136
[7] Ibid, hlm. 137
nano titanium ionic straightening iron - The Institute of Technology
BalasHapusThe nanocrystals (SOL) is a crystalline samsung watch 3 titanium oxide that is made by tungsten titanium applying titanium mesh pressure in the 2019 ford ecosport titanium electrolytic form of a diamond. This makes the oxide titanium tools a