Langsung ke konten utama

Hadist Tentang Hukum Etika Atau Nilai Dalam Berbisnis



BAB I
PEDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
      Pasar mendapat kedudukan yang penting dalam perekonomian islam. Rasulullah SAW. Sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil.  Oleh karena itu, islam melaksanakan adanya moralitas, seperti persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Implementasi nilai-nilai moralitas tersebut dalam pasar merupakan tanggung jawab bagi setiap pelaku pasar. Bagi seorang muslim, nilai-nilai ini merupakan refleksi dan keimanannya kepada Allah SWT., Bahkan Rasulullah SAW. Memerankan dirinya sebagai muhtasib dipasar. Beliau menegur langsung transaksi perdagangan yang tidak mengindahkan nilai-nilai moralitas.
      Pada masa Rasulullah nilai-nilai moralitas sangat diperhatikan dalam kehidupan pasar. Bahkan, sampai pada masa awal kerasulannya, beliau adalah seorang pelaku pasar yang aktif, dan kemudian menjadi seorang pengawas pasar yang cermat sampai akhir hayatnya.Beliau telah memulai pengalaman dagangnya sejak usia 12 tahun, yaitu ketika diajak pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Negeri Syam. Kemudian, sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, beliau kembali berdagang,baik berdagang dengan modal sendiri atau bekerja sama dengan orang lain. Orang yang diajak bekerja sama adalah Khadijah yang kelak menjadi istrinya . Bahkan setelah berkeluarga pun beliau tetap berdagang dipasar-pasar lokal sekitar Mekkah. Nabi Muhmmad adalah seorang yang pedangang yang profeisonal dan jujur, sehingga beliau mendapat gelar Al-AMIN dari Arab. Setelah beliau diangkat menjadi Rasul, kegiatan pasar memang tidak seaktif sebelumnya. Karena tantangan dakwah lebih berat, tetapi perhatian beliau terhadap pasar tidak berkurang. Bahkan ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, peran beliau banyak ke pasar menjadi mutasabih.
      Dengan peran ini beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah agar tetap berlangsung secara islami. Dari hal-hal yang dilakukan Rasulullah itu dapat dipahami bahwa pasar merupakan hukum yang harus dijunjung tinggi. Artinya tidak ada seseorang pun secara individual yang dapat mempengaruhi pasar, sebab pasar merupakan kegiatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis ?
2.      Apa saja Tujuan Bisnis Islam ?
3.      Bagaimana Etika Bisnis dalam Islam ?
4.      Apa saja Praktek Bisnis Yang Dibolehkan ?
5.      Apa saja Praktek Bisnis yang di Haramkan ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan sebagai berikut:
1.  Mampu mengetahui Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis.
2.  Mampu mengetahui Tujuan Bisnis Islam.
3.  Mampu mengetahui Etika Bisnis dalam Islam.
4.  Mampu mengetahui Praktek Bisnis Yang Dibolehkan.
5.  Mampu mengetahui Praktek Bisnis yang di Haramkan.




















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Bisnis pada Umumnya dan Islami dan Etika Bisnis
Bisnis adalah sebuah aktifitas yang mengarah pada tingkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Skinner mengatakan bisnis adalah pertukaran barang, jasa, uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Sementara Anorage dan Attner mendefinisikan bisnis sebagai aktivitas jual beli barang dan jasa.
Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.
Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu. Etika bisnis, kadang menunjuk pada etika menejemen atau etika organisasi, yang secara sederhana membatasi kerangka acuannya kepada konsepsi sebuah organisasi
Dalam Islam, istilah paling dekat berhubungan dengan istilah etika di dalam al-Qur’an adalah khuluq. Al-Qur’an juga menggunakan sejumlah Istilah lain untuk menggambarkan konseptentang kebaikan: khayr (kebaikan), birr (kebenaran), qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan daan keadilan), haqq (kebenaran dan kebaikan), ma’ruf (mengetahui dan menyetujui), dan taqwa (ketakwaan).

B.     Tujuan Bisnis Islam
Bisnis dapat didefinisikan sebagai pertukaran barang, jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Ada yang mengartikan, bisnis sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktifitas produksi dan distribusi atau penjualan barang dan jasa-jasa yang di inginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit (keuntungan). Barang yang dimaksud adalah suatu produk yang secara fisik memiliki wujud (dapat di indera) sedang jasa adalah aktifitas-aktifitas yang memberi manfaat kepada konsumen atau pelaku bisnis lainnya.[2]
     Pelaku bisnis akan melakukan aktifitas bisnisnya dalam bentuk;
1.         Memproduksi dan atau mendistribusikan barang dan jasa
2.         Mencari keuntungan
3.         Mencoba memuaskan keinginan konsumen.

Islam memutuskan setiap muslim mempunyai tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu pokok yang memungkinkan manusia mencari nafkah. Allah melapangkan bumi dan sisi-Nya dengan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk mencari rezeki, antara lain firman Allah SWT surah al-Mulk ayat: 15
Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya”.
Di samping ajaran untuk mencari rezeki, islam sangat  menekankan atau mewajibkan aspek kehalalan, baik dari segi peroleh maupun pendayagunanya (pengolahan dan pembelajaran). Sebagaimana hadis Nabi saw. Bahwa: “Kedua telapak kaki anak Adam di hari kiamat masih belum beranjak sebelum ditanya kepadanya lima perkara: tentang umurnya, apa yang dilakukannya, tentang masa mudanya, apa yang dilakukannya, tentang hartanya, darimana memperoleh dan untuk apa di belanjakannya dan tentang ilmunya, apa yang dia kerjakan tentang ilmunya.
Firman Allah selanjutnya dan berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung “. Yakni ketika kalian sedang melakukan jual beli , dan ada saat kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah kesibukan dunia melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan akhirat. Oleh karena itu di dalam hadits disebut
مّنْ دَخَلَ سُوْقًا مِنَ اْلآَسْوَاقِ فقال: لاَإِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ, لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ, كُتِبَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ.
Artinya: “ Barangsiapa masuk ke salah satu pasar, kemudian dia mengucapkan: “ Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu, “ maka Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya sejuta keburukan.”
Bila kita hubungkan dengan aspek ekonomi ayat ini menerangkan tenteng etika berdagang yang baik, bagaimana seharusnya berdagang menurut dalam konteks keislaman yaitu dimulai dengan membaca do’a, kemudian tidak boleh berbuat curang ketika berdagang dengan selalu mengingat Allah SWT, selalu merasa bahwa kita selalu diawasi oleh Allah, tidak ada tempat bagi kita untuk berbuat maksiat dihadapan Allah SWT karena Allah maha melihat dan maha mengetahui apa yang kita berbuat.[3]
Dari penjelasan di atas, bisnis Islam dapat di artikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya, namun di batasi dengan cara memperoleh dan pendayaan hartanya (ada aturan halal dan haram).
Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu sebagai berikut:[4]
1.    Target hasil, Profit Materi, dan Benefit Nonmateri
Tujuan bisnis tidak selalu untuk mencapai profit (nilai materi), tetapi harus dapat memperoleh dan memberikan benefit (keuntungan atau manfaat) nonmateri, baik bagi si pelaku bisnis sebdiri maupun pada lingkungan yang lebih luas.
2.    Pertumbuhan
Jika profit materi dan benefit nonmateri telah diraih maka diupayakan pertumbuhan atau kenaikan akan terus-menerus meningkat setiap tahunnya dari profit dan benefit tersebut. Upaya pertumbuhan ini tentu dalam koridor syarat. Misalnya, dalam meningkatkan jumlah produksi, sering dengan perluasan pasar dan peningkatan inovasi agar bisa menghasilkan produk baru.
3.    Keberlangsungan
Mencapai target dan pertumbuhan terus diupayakan keberlangsungannya dalam kurun waktunya yang cukup lama dan dalam menjaga keberlangsungan itu dalam koridor syariat Islam.
4.    Keberkahan
Faktor keberkahan atau upaya menggapai ridho Allah , merupakan pucuk kebahagian hidup muslim. Para pengelola bisnis harus mematok orientasi keberkahan ini menjadi visi bisnisnya, agar senantiasa dalam kegiatan bisnis selalu berada dalam kendali Syariat Islam.

C.    Etika Bisnis dalam Islam
Bisnis merupakan aktivitas yang sangat di anjurkan dalam ajaran Islam. bahkan Rosulullah saw., telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang.artinya, melalui jalan berdagang inilah pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka, sehingga harunia Allah SWT terpancar daripadanya, jual beli merupakan sesuatu yang diperolehkan. Menurut Hadits etika bisnis islami ada 4 yaitu:[5]
1.      Jujur
Berbisnis atau berdagang adalah sarana untuk membuka pintu rizki yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bisnis juga dapat dijadikan sarana untuk menyebarkan agama islam (berdakwah), jika kita melakukan bisnis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang lebih spesifik terkait dengan etika dalam berbisnis (berdagang) seperti dalam Hadits berikut:
اْلبَيْعَانِ بِالْ خِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَ وَبَيَّنَابُوْرِكَ لَهُمَا فِيْ بَيْعِهِمَاوَإِنْ كَذَبَ وَكَتَمَامُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ( متّفق عليه
Artinya: “Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang” (Muttafaqun Alaihi).
Hadits di atas menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam berbisnis yang dicari bukan hanya profit saja melainkan menyertakan keberkahan juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan maka hidup kita akan ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup yang sejahtera.
2.      Amanah
عن عبد الله ابن عمر رضي الله عنهقال رسول الله صلى الله عليه وسلّمالتَّا جِرُ اْلاَمِيْنُ الصَّدُوْقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِوَفِيْ رِوَايَةٍمع النَّبِيِّنَ وَالصِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِيَوْمَ اْلقِيَا مَةِ (رواه إبن ماجه و الدارقطني و غير هم
Artinya: Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).”
3.      Murah hati
“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).
Dari hadits diatas termasuk etika bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan sikap murah hati kita dapat menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa dihargai, merasa dihormati, merasa nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis dan komunikasi yang baik.
4.      Tidak melupakan akhirat
سَيَأ تِيْ عَلَى أُمَّتِيْ زَمَانٌ يُحِبُّوْنَ اْلخَمْسَ وَيَنْسَوْنَ اْلخَمْسَيُحِبُّوْنَ الدُّنْيَا وَيَنْسَوْنَ الأَخِرَةَوَيُحِبُّوْنَ اْلحَيَاةَ وَيَنْسَوْنَ اْلمَوْتَوَيُحِبُّوْنَ اْلقُصُوْرَ وَيَنْسَوْنَ اْلقُبُوْرَوَيُحِبُّوْنَ اْلمَالَ وَيَنْسَوْنَ اْلحِسَابَوَيُحِبُّوْنَاْلخَلْقَ وَيَنْسَوْنَاْلخَا لِقِ.
Artinya: “ Akan datang kepada umatku suatu masa dimana mereka mencintai lima perkara dan melupakan lima perkara pula.
1.      Mereka mencintai dunia dan melupakan akhirat,
2.      Meraka mencintai kehidupan dan melupakan kematian,
3.      Mereka mencintai gedung-gedung dan melupakan kuburan,
4.      Mereka mencintai harta mbenda dan melupakan hisab di akhirat,
5.      Mereka mencintai mahluk dan melupakan khaliqnya.
     Berdagang adalah hal duniawi dalam agama kita mencari dunia bukanlah dilarang, namun perlu pembatasan agar dalam hidup kita sselalu ingat tujuan kita diciptakan, yaitu selalu beribadah pada Allah dan ingat kepadanya dimanapun dan kapan pun.
     Ayat diatas dapat dikolaborasikan dengan hadits-hadits yang telah dipaparkan dalam paper yaitu antara Al-qur’an dan hadits mempunya keterkaitan yaitu sama-sama menerangkan tentang etika berbisnis islami dalam surat al-Jumu’ah: 10 menerangkan konsep perdagangan yang baik adalah selalu ingat pada Allah SWT jangan sampai hati kita gantung pada pada perkara duniawi. Sedangkan pada Hadits-haditsnya etika bisnis islami adalah jujur, amanah, murah hati, selalu ingat akhirat. Jadi hadits-hadits di atas melengkapi ayat al-Qur’an surat jumuah : 10. Dan antar mengingat Allah dan mengingat akhirat hakikatnya adalah sama dengan mengingat akhirat maka menjadikan kita ingat pada Allah sang maha kuasa.

D.    Praktek Bisnis Yang Dibolehkan
Islam hanya mencantumkan hal-hal yang dilarang, itupun dalam bentuk nilai-nilai. Namun dalam beberapa hadis Rosulullah saw. Ada beberapa bisnis yang diperbolehkan kendatipun ini tidak mutlak dan bukan berarti mengabaikan profesi atau bisnis lainnya yang belum ada zaman Rosulullah. Beberapa kegiatan ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam Hadis:[6]
1.      Kegiataan perdagangan
2.      Kegiatan pertanian berkebun
3.      Peternakan/mengembala
Daftar ini bukan berarti berbagai kegiatan yang ada sekarang ini tidak dianjurkan atau tidak boleh. Prinsip yang dipegang seperti yang dikemukakan di atas, semuanya boleh.

E.     Praktek Bisnis yang di Haramkan
Beberapa praktek bisnis yang dilarang dalam al-Qur’an dan Hadis  dapat dikemukakan sebagai berikut:
1.      Melaksanakan sistem ekonomi ribawi
2.      Mengambil hak dan harta orang secara batil
3.      Kecurangan mengurangi timbangan/takaran
4.      Menipu atau mengurangi kualitas
5.      Memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat.
6.      Melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi
7.      Berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar)
8.      Melakukan berbagai bentuk penipuan
9.      Menimbun barang untuk mengambil keuntungan
10.  Melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.
Secara khusus, hal-hal yang dilarang dalam jual beli dapat dikemukakan sebagai berikut:[7]
1.      Larangan menjal/membeli barang yang tidak dapat di hitung pada waktu penyerahan secara syara’ dan rasa. Jual beli tersebut sama dengan gharar (penipuan). Dalam Hadis yang diriwayatkan Ahmad dari Ibn Mas’ud r.a. “janganlah kalian membeli ikan yang berada di dalam air, sesungguhnya yang demikian itu penipuan”.
2.      Jual beli mudhtar (terpaksa)
Orang yang menjual barangnya dengan harga di bawah standar karena terpaksa (untuk mencukupi kebutuhannya), maka jual beli itu tidak sampai dilarang, hanya makruh. Orang yang seperti ini di syariatkan di bantu dan diberikan qiradah (pinjaman lanak) sehingga ia terbebas dari belanggu kesulitan yang menimpanya. Dalam sebuah atsar, perkataan Ali r.a. “akan datang suatu masa, sebagai orang beruang menggigit apa yang ada di tangannya, suatu perbuatan yang takpernah diperintahkan.”
3.      Larangan banyak bersumpah dalam berbisnis/jual beli. Sabda Rosulullah saw. Diriwayatka oleh Imam Bukhori dari Abu Huraira , “sumpah itu melariskan barang dagangan, tetapi menghapus keberkahan”.
4.      Larangan jual beli di Masjid. Imam abu Hanifah, Imam malik, dan Imam Syafi’i membolehkan jual beli di masjid, tetapi memakruhkannya. Namun Imam ahmad mengharamkannya. Hadis Rasulullah saw, “jika kamu melihat orang yang berjual beli di masjid maka katakanlah: semoga Allah tidak akan memberikan untung dari pedagangya”.
5.      Larangan menimbun barang hingga harga meningkat
Berikut hadis tentang larangan menimbun barang:
a.       HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Muslim dari Muammar , “ siapa yang melakukan penimbunan, ia dianggap bersalah”.
b.      “sejelek-jeleknya hamba adalah si penimbunan. Jika ia mendengar barang murah itu murka, dan jika barng menjadi mahal ia bergembira”.
c.       HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Ibnu Umar, “orang-orang jalib (orang yang menawarkan barang yang menjualnya dengan harga ringan) itu diberi rizki dan penimbunan dilaknat.





























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Bisnis Islam adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi julmah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seorang individu.
Bisnis dalam islam bertujuan untuk mencapai empat hal utama, yaitu target hasil, profit materi, dan benefit nonmateri, pertumbuhan, keberlangsungan, dan keberkahan. Sedangkan beretikan dalam berbisnis yaitu dengan jujur, dapat dipercaya, murah hati, dan tidak melupakan akhirat.
Adapun bisnis yang ekonomi yang diperbolehkan yang terdapat dalam hadis:
1. kegiataan perdagangan
2. kegiatan pertanian berkebun
3. peternakan/mengembala
Sedangkan bisnis yang dilarang dalam Islam ialah melaksanakan sistem ekonomi ribawi, mengambil hak dan harta orang secara batil, kecurangan mengurangi timbangan/takaran, menipu atau mengurangi kualitas, memproduksi serta menjual barang haram yang merusak jiwa, badan dan masyarakat, melaksanakan dan membuat pelaksanaan yang dilarang, seperti judi, berbisnis seperti ketidak pastian, seperti ijon, menjual barang yang tidak jelas (gharar), melakukan berbagai bentuk penipuan, menimbun barang untuk mengambil keuntungan, melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat, melalukan berbagai kegiatan monopoli, oligopoli, kartel, dan monopsoni yang merugikan masyarakat.




DAFTAR PUSTAKA

Al Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Yogyakarta: Pustaka Sahifa.
Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Muhammad. 2004. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Rival, Veithzal, dkk. 2012. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . Jakarta: PT Bumi Aksara.



[1] Muhammad. Etika Bisnis Islam. (Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2004). Hlm. 37.
[2] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012) Hlm. 11-12
[3] Al Mundziri . 2010. Sokhih At Targhib wa At Tarhib. Pustaka Sahifa. Yogyakarta
[4] Veithzal Rival dkk. ISLAMIC BUSINES and ECONOMIC ETHICS mengacu pada al-Qur’an dan mengikuti jejak Rosulullah SAW dalam bisnis, keuangan dan ekonomi . ( Jakarta: PT Bumi Aksara. 2012). Hlm. 13-14
[5] Ibid. Hlm.16.
[6] Sofyan S Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. (Jakarta: Penerbit Salemba Empat. 2011). Hlm. 136
[7] Ibid, hlm. 137

Komentar

  1. nano titanium ionic straightening iron - The Institute of Technology
    The nanocrystals (SOL) is a crystalline samsung watch 3 titanium oxide that is made by tungsten titanium applying titanium mesh pressure in the 2019 ford ecosport titanium electrolytic form of a diamond. This makes the oxide titanium tools a

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kaidah-Kaidah Fiqih Umum (Kaidah 10,11 Dan 12)

BAB I PENDAHULUAN A.   Latar Belakang Masalah Masalah dalam masyarakat kini telah semakin banyak perkembangan , sehingga masalah-masalah pun semakin sulit dipecahkan dan didapatkan penyelesain. Al-Quran dan Hadist sebagai sumber utama ajaran Islam tidak semua memberikan penjelasan yang jelas, tetapi justru masih banyak yang bersifat global jika ditinjau dari masalah-masalah modern masa kini. Hal tersebut mengakibatkan kebanyakan masyarakat memutuskan secara tidak tepat atau tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kaidah fiqh banyak sekali yang sudah dirumuskan ulama’ yang digali dari beberapa sumber ajaran Islam yaitu Al-Quran dan Hadis. Sehingga kaidah itu bisa dijadikan pijakan untuk bermasyarakat atau bermuamalah. Karena pada dasarnya kaidah ini digunakan untuk pedoman sehingga lebih mudah dipahami, tetapi dalam berpedoman dengan kaidah-kaidah fiqh ada pengecualiannya, untuk itu diperlukan ketelitian dalam mengkaji mengenai kaidah-kaidah fiqh ini. Dalam makalah ini penuli

Hubungan Peradilan Agama Dengan Proses Penetapan Hukum Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Bagi bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, adalah mutlak adanya satu hukum nasional yang menjamin kelangsungan hidup beragama berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sekaligus merupakan perwujudan kesadaran hukum masyarakat dan bangsa Indonesia.   Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Peradilan Agama mempunyai kedudukan yang sederajat dengan lingkungan peradilan yang lainnya sebagai peradilan negara. Dalam menyelesaikan masalah-masalah perkara yang diajukan kepadanya wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. B.      Rumusa Masalah 1.       Apakah peranan Peradilan Agama dalam penegakkan hukum di Indonesia? 2.       Bagaimana perundangan-undangan dalam Peradilan Agama?

Tafsir Ayat-Ayat Ukhuwwah (Persaudaraan)

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Al-Quran merupakan himpunan wahyu Allah, Dzat Maha Pencipta Alam Semesta, yang ditujukan kepada seluruh umat manusia. Di dalamnya terkandung pesan-pesan ilahi kepada manusia, oleh karena ia berkedudukan   amat penting bagi kita semua. Agar dapat menyerap inti sari pesan yang dikandungnya, maka setiap orang haruslah   memahami Al-Quran secara mendalam yang disertai dengan   perenungan makna isi kandungannya.